A) Pengertian tentang TV Digital & TV Analog
TV digital mulai mendapatkan penerimaan luas di seluruh dunia, sedangkan TV analog perlahan menghilang. Perbedaan utama antara kedua jenis TV tersebut adalah sinyal yang bisa diproses. TV Analog terbatas untuk sinyal analog, sedangkan TV digital dapat memproses sinyal digital dan sinyal analog.
Karena TV analog hanya dapat memproses sinyal analog, maka cukup rentan terhadap gangguan. Masalah seperti kebisingan, interferensi, dan tampilan kabur sangat umum terjadi pada TV analog. Meskipun TV digital masih dapat dipengaruhi oleh masalah ini (jika sinyal analog yang dipakai), dengan beralih ke sinyal digital hampir menghilangkan masalah tersebut.
Perangkat TV Analog menggunakan tabung katoda sebagai display, sementara TV digital menggunakan panel layar datar seperti LCD, plasma, atau LED. Akibatnya, TV analog besar dan tebal dibandingkan dengan TV digital. TV analog juga mengkonsumsi daya yang lebih banyak dibandingkan dengan TV digital.
Resolusi Perangkat TV digital bisa diatur di angka 480p (SD = Standar Definition) atau bahkan di 780p atau 1080i / p yang dikenal sebagai HD atau high definition. HD memungkinkan untuk meningkatkan ukuran TV tanpa mengorbankan kualitas gambar pada layar. TV Analog menggunakan resolusi SD.
1. TV analog dapat menerima sinyal analog sedangkan TV digital dapat menerima sinyal digital dan analog
2. TV analog rentan terhadap kebisingan dan distorsi sedangkan TV digital tidak
3. TV Analog biasanya dibuat dengan menampilkan CRT sedangkan TV digital menggunakan panel layar datar
4. TV digital dapat di HD TV analog sementara hanya bisa di SD
5. TV Analog dibatasi untuk di bawah 30 inci sedangkan TV Digital di atas 50 inci yang sudah umum
6. TV analog memiliki keunggulan dibandingkan TV digital yang sebagian besar terkait dengan CRT
B) Sistem pemancar Analog & Digital kepada user
Sistem Pemancar Analog
Sistem pemancar analog di Indonesia menggunakan sistem PAL B dan PAL G atau yang biasa disebut PAL B/G. Jadi jangan bingung lagi jika di layar tv anda terkadang muncul tulisan PAL B/G tersebut. PAL merupakan singkatan dari Phase Alternating Line, dimana sistem ini merupakan salah satu sistem encoding warna untuk teknologi televisi analog selain sistem NTSC (National Television System Comitte) dari Amerika dan SÉCAM (Séquentiel Couleur À Mémoire) dari Perancis. Sistem ini menggunakan quadrature amplitude modulation untuk membawa informasi chrominance yang ditambahkan pada sinyal video luminance untuk membentuk baseband sinyal video composite. Sub-carrier pembawa chrominance ini menggunakan frekuensi 4,43361875 MHz. Phase alternating line ini mewakili penjelasan bahwa fase yang merupakan bagian dari informasi warna didalam sinyal video telah dibalik pada setiap line-nya, yang secara otomatis mengkoreksi kesalahan fase warna didalam proses transmisi sinyal dengan cara memblokir kesalahan tersebut, namun hal ini mengorbankan resolusi frame vertikalnya.
PAL B digunakan pada kanal VHF yang terdiri atas Band I dan Band III. Kanal yang terdapat di band I adalah kanal 1, 2 dan 3. Untuk kanal 1, frekuensi yang digunakan adalah 47~54 MHz, kanal 2 menggunakan frekuensi 54~61 MHz dan kanal 3 menggunakan frekuensi 61~68 MHz. Untuk band III, kanal yang ada adalah kanal 4 sampai 11. Sedangkan frekuensi yang digunakan dimulai dari 174~230 MHz dan masing-masing kanal menggunakan bandwidth 7 MHz.
PAL G digunakan pada kanal UHF yaitu Band IV dan Band V, dimana band IV terdiri dari kanal 21 sampai dengan 37. Sedangkan band V terdiri dari kanal 38 sampai dengan 62. Frekuensi untuk band IV dan band V adalah 470~806 MHz dimana masing-masing kanal memiliki bandwidth 8 MHz.
Sistem pemancar analog PAL B/G memiliki spesifikasi diantaranya yaitu video-nya memiliki bandwidth 5 MHz, dengan carrier audio 1 adalah 5,5 MHz, carrier audio 2 adalah 5,742 MHz atau jika menggunakan sistem audio Nicam, carrier-nya berada di 5,85 MHz. Untuk chrominance sub-carrier-nya seperti yang disinggung diatas adalah 4,43361875 MHz. Sistem ini menggunakan 625 horizontal lines, 25 frame per detik, 50 field per detik, sinyal video CCVS (Colour Composite Video Signal) 1 Vpp pada 75 ohm, yang terdiri atas sinyal sync dengan amplitudo sebesar 0,3 V, sinyal peak video dengan amplitudo 0,7 V dan rasio gambar 4:3. Dalam kenyataannya, tidak semua lines ditampilkan pada layar televisi. Yang ditampilkan di layar televisi kita hanyalah sebanyak 576 lines dari keseluruhan 625 lines. Selain untuk menyimpan informasi warna, lines yang tidak ditampilkan juga digunakan untuk menyimpan sinyal yang nantinya digunakan untuk pengukuran teknis suatu pemancar tv tanpa mengganggu operasional pemancar tersebut.
Untuk spesifikasi sistem PAL B/G secara lengkap, dapat dilihat di standar ITU-R BT REP-624.
Sistem Pemancar Digital
Dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya, Indonesia juga harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Dalam bidang pertelevisian, perkembangan teknologi juga sangat pesat. Hingga akhirnya muncul teknologi televisi digital. Setelah melalui berbagai tahapan untuk memilih standar televisi diantara sistem ATSC, DVB-T/T2, ISDB-T, T-DMB, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menggunakan sistem DVB-T/T2. Dan karena beberapa kelebihannya, maka dipilihlah sistem DVB-T2 untuk sistem televisi terestrialnya.
Hal ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) adalah standar DVB-T2 dimana sebelumnya ada Peraturan Menkominfo Nomor 07/P/M.KOMINFO/3/2007, standar yang dianut adalah DVB-T.
Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan pemerintah memilih standar DVB-T2 adalah teknologi ini merupakan teknologi terkini yang digunakan di Eropa, kemampuan untuk membawa informasi hingga lebih dari 50 Mbps dengan modulasi C-OFDM sehingga bisa membawa lebih banyak program daripada teknologi DVB-T. Kemudian dengan teknik FEC-nya dan rotated constellation-nya membuat sistem ini lebih tahan terhadap derau atau noise.
Adapun teknologi DVB-T2 ini menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dimana informasi yang di tumpangkan pada sub-carrier-nya juga dilengkapi dengan teknik FEC (Forward Error Correction) yang menggunakan metode BCH (Bose Chauduri Hocquenghem) dan LDPC (Low Density Parity Check).
C) Cara Produksi TV Digital & TV Analog
Namun berhubung dalam pemancar digital ini ada 12 program yang akan disiarkan, maka diperlukan sebuah alat yang disebut multiplexer yang berfungsi untuk menyusun 12 program itu ke dalam satu paket (transport stream). Kemudian untuk menghemat bandwidth, setiap program yang berasal dari Playout atau Studio harus dimampatkan (compressed) terlebih dulu menggunakan video encoder. Maksudnya, sinyal video SD-SDI berkecepatan 270 Mbps itu harus dimampatkan menjadi sekitar 2-4 Mbps menggunakan mesin kompresi MPEG4 yang terdapat di dalam video encoder itu.
Dalam gambar (2B) dicontohkan ada 12 program yang berasal dari 12 sumber yang berbeda. Ke 12 program ini dimasukkan ke muliplexer untuk disusun menjadi satu paket data (transport stream) dan kemudian dikirim ke pemancar untuk dipancarkan. Dalam contoh ini 3 program diasumsikan berada di lokasi dekat pemancar, sedangkan 9 lainnya berada jauh dari pemancar sehingga memerlukan STL (Studio to Transmitter Link) sebagai penghubungnya.
Dari gambar (2) tersebut di atas, ada 4 poin penting yang perlu disimak. Poin pertama, multiplexer, encoder-decoder dan STL bukanlah barang baru di dunia penyiaran. Teknologi peralatan ini sudah sangat mapan, banyak pilihan dan harganya pun bervariasi sesuai merk. Selain itu penambahan peralatan ini merupakan konsekuensi logis dari banyaknya program yang disiarkan.
Poin kedua adalah, tidak ada perubahan apapun di sisi studio. Artinya, penggantian pemancar dari analog ke digital sama sekali tidak akan mengganggu aktifitas di bagian produksi maupun paska produksi. Bahkan dengan memakai transmisi digital ini, materi dari studio yang sudah lebih dulu digital, akan tetap digital hingga sampai di sisi penerima. Ini merupakan suatu keuntungan tersendiri dalam hal menjaga kualitas materi siaran.
Poin yang ketiga adalah, tidak ada perubahan yang sangat dramatis di sisi pemancar, kecuali penggantian Modulator dan sedikit penyesuaian (adjustment) pada filter outputnya. Sekedar catatan tambahan, Modulator hanyalah satu bagian kecil dari sebuah sistem pemancar secara keseluruhan. Sebab dalam sistem pemancar TV terdapat infrastruktur yang cukup kompleks dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sangat penting seperti: menara, saluran transmisi, amplifier, filter, power devider, susunan antena, sistem endingin, sistem catu daya, UPS, Genset, alat ukur dan perangkat monitoring. Jadi penggantian Modulator dari analog ke digital bukanlah sebuah persoalan besar, karena komponen lain yang nilainya jauh lebih tinggi sama sekali tidak berubah.
TV digital mulai mendapatkan penerimaan luas di seluruh dunia, sedangkan TV analog perlahan menghilang. Perbedaan utama antara kedua jenis TV tersebut adalah sinyal yang bisa diproses. TV Analog terbatas untuk sinyal analog, sedangkan TV digital dapat memproses sinyal digital dan sinyal analog.
Karena TV analog hanya dapat memproses sinyal analog, maka cukup rentan terhadap gangguan. Masalah seperti kebisingan, interferensi, dan tampilan kabur sangat umum terjadi pada TV analog. Meskipun TV digital masih dapat dipengaruhi oleh masalah ini (jika sinyal analog yang dipakai), dengan beralih ke sinyal digital hampir menghilangkan masalah tersebut.
Perangkat TV Analog menggunakan tabung katoda sebagai display, sementara TV digital menggunakan panel layar datar seperti LCD, plasma, atau LED. Akibatnya, TV analog besar dan tebal dibandingkan dengan TV digital. TV analog juga mengkonsumsi daya yang lebih banyak dibandingkan dengan TV digital.
Resolusi Perangkat TV digital bisa diatur di angka 480p (SD = Standar Definition) atau bahkan di 780p atau 1080i / p yang dikenal sebagai HD atau high definition. HD memungkinkan untuk meningkatkan ukuran TV tanpa mengorbankan kualitas gambar pada layar. TV Analog menggunakan resolusi SD.
1. TV analog dapat menerima sinyal analog sedangkan TV digital dapat menerima sinyal digital dan analog
2. TV analog rentan terhadap kebisingan dan distorsi sedangkan TV digital tidak
3. TV Analog biasanya dibuat dengan menampilkan CRT sedangkan TV digital menggunakan panel layar datar
4. TV digital dapat di HD TV analog sementara hanya bisa di SD
5. TV Analog dibatasi untuk di bawah 30 inci sedangkan TV Digital di atas 50 inci yang sudah umum
6. TV analog memiliki keunggulan dibandingkan TV digital yang sebagian besar terkait dengan CRT
B) Sistem pemancar Analog & Digital kepada user
Sistem Pemancar Analog
Sistem pemancar analog di Indonesia menggunakan sistem PAL B dan PAL G atau yang biasa disebut PAL B/G. Jadi jangan bingung lagi jika di layar tv anda terkadang muncul tulisan PAL B/G tersebut. PAL merupakan singkatan dari Phase Alternating Line, dimana sistem ini merupakan salah satu sistem encoding warna untuk teknologi televisi analog selain sistem NTSC (National Television System Comitte) dari Amerika dan SÉCAM (Séquentiel Couleur À Mémoire) dari Perancis. Sistem ini menggunakan quadrature amplitude modulation untuk membawa informasi chrominance yang ditambahkan pada sinyal video luminance untuk membentuk baseband sinyal video composite. Sub-carrier pembawa chrominance ini menggunakan frekuensi 4,43361875 MHz. Phase alternating line ini mewakili penjelasan bahwa fase yang merupakan bagian dari informasi warna didalam sinyal video telah dibalik pada setiap line-nya, yang secara otomatis mengkoreksi kesalahan fase warna didalam proses transmisi sinyal dengan cara memblokir kesalahan tersebut, namun hal ini mengorbankan resolusi frame vertikalnya.
PAL B digunakan pada kanal VHF yang terdiri atas Band I dan Band III. Kanal yang terdapat di band I adalah kanal 1, 2 dan 3. Untuk kanal 1, frekuensi yang digunakan adalah 47~54 MHz, kanal 2 menggunakan frekuensi 54~61 MHz dan kanal 3 menggunakan frekuensi 61~68 MHz. Untuk band III, kanal yang ada adalah kanal 4 sampai 11. Sedangkan frekuensi yang digunakan dimulai dari 174~230 MHz dan masing-masing kanal menggunakan bandwidth 7 MHz.
PAL G digunakan pada kanal UHF yaitu Band IV dan Band V, dimana band IV terdiri dari kanal 21 sampai dengan 37. Sedangkan band V terdiri dari kanal 38 sampai dengan 62. Frekuensi untuk band IV dan band V adalah 470~806 MHz dimana masing-masing kanal memiliki bandwidth 8 MHz.
Sistem pemancar analog PAL B/G memiliki spesifikasi diantaranya yaitu video-nya memiliki bandwidth 5 MHz, dengan carrier audio 1 adalah 5,5 MHz, carrier audio 2 adalah 5,742 MHz atau jika menggunakan sistem audio Nicam, carrier-nya berada di 5,85 MHz. Untuk chrominance sub-carrier-nya seperti yang disinggung diatas adalah 4,43361875 MHz. Sistem ini menggunakan 625 horizontal lines, 25 frame per detik, 50 field per detik, sinyal video CCVS (Colour Composite Video Signal) 1 Vpp pada 75 ohm, yang terdiri atas sinyal sync dengan amplitudo sebesar 0,3 V, sinyal peak video dengan amplitudo 0,7 V dan rasio gambar 4:3. Dalam kenyataannya, tidak semua lines ditampilkan pada layar televisi. Yang ditampilkan di layar televisi kita hanyalah sebanyak 576 lines dari keseluruhan 625 lines. Selain untuk menyimpan informasi warna, lines yang tidak ditampilkan juga digunakan untuk menyimpan sinyal yang nantinya digunakan untuk pengukuran teknis suatu pemancar tv tanpa mengganggu operasional pemancar tersebut.
Untuk spesifikasi sistem PAL B/G secara lengkap, dapat dilihat di standar ITU-R BT REP-624.
Sistem Pemancar Digital
Dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya, Indonesia juga harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Dalam bidang pertelevisian, perkembangan teknologi juga sangat pesat. Hingga akhirnya muncul teknologi televisi digital. Setelah melalui berbagai tahapan untuk memilih standar televisi diantara sistem ATSC, DVB-T/T2, ISDB-T, T-DMB, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menggunakan sistem DVB-T/T2. Dan karena beberapa kelebihannya, maka dipilihlah sistem DVB-T2 untuk sistem televisi terestrialnya.
Hal ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) adalah standar DVB-T2 dimana sebelumnya ada Peraturan Menkominfo Nomor 07/P/M.KOMINFO/3/2007, standar yang dianut adalah DVB-T.
Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan pemerintah memilih standar DVB-T2 adalah teknologi ini merupakan teknologi terkini yang digunakan di Eropa, kemampuan untuk membawa informasi hingga lebih dari 50 Mbps dengan modulasi C-OFDM sehingga bisa membawa lebih banyak program daripada teknologi DVB-T. Kemudian dengan teknik FEC-nya dan rotated constellation-nya membuat sistem ini lebih tahan terhadap derau atau noise.
Adapun teknologi DVB-T2 ini menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dimana informasi yang di tumpangkan pada sub-carrier-nya juga dilengkapi dengan teknik FEC (Forward Error Correction) yang menggunakan metode BCH (Bose Chauduri Hocquenghem) dan LDPC (Low Density Parity Check).
C) Cara Produksi TV Digital & TV Analog
Namun berhubung dalam pemancar digital ini ada 12 program yang akan disiarkan, maka diperlukan sebuah alat yang disebut multiplexer yang berfungsi untuk menyusun 12 program itu ke dalam satu paket (transport stream). Kemudian untuk menghemat bandwidth, setiap program yang berasal dari Playout atau Studio harus dimampatkan (compressed) terlebih dulu menggunakan video encoder. Maksudnya, sinyal video SD-SDI berkecepatan 270 Mbps itu harus dimampatkan menjadi sekitar 2-4 Mbps menggunakan mesin kompresi MPEG4 yang terdapat di dalam video encoder itu.
Dalam gambar (2B) dicontohkan ada 12 program yang berasal dari 12 sumber yang berbeda. Ke 12 program ini dimasukkan ke muliplexer untuk disusun menjadi satu paket data (transport stream) dan kemudian dikirim ke pemancar untuk dipancarkan. Dalam contoh ini 3 program diasumsikan berada di lokasi dekat pemancar, sedangkan 9 lainnya berada jauh dari pemancar sehingga memerlukan STL (Studio to Transmitter Link) sebagai penghubungnya.
Dari gambar (2) tersebut di atas, ada 4 poin penting yang perlu disimak. Poin pertama, multiplexer, encoder-decoder dan STL bukanlah barang baru di dunia penyiaran. Teknologi peralatan ini sudah sangat mapan, banyak pilihan dan harganya pun bervariasi sesuai merk. Selain itu penambahan peralatan ini merupakan konsekuensi logis dari banyaknya program yang disiarkan.
Poin kedua adalah, tidak ada perubahan apapun di sisi studio. Artinya, penggantian pemancar dari analog ke digital sama sekali tidak akan mengganggu aktifitas di bagian produksi maupun paska produksi. Bahkan dengan memakai transmisi digital ini, materi dari studio yang sudah lebih dulu digital, akan tetap digital hingga sampai di sisi penerima. Ini merupakan suatu keuntungan tersendiri dalam hal menjaga kualitas materi siaran.
Poin yang ketiga adalah, tidak ada perubahan yang sangat dramatis di sisi pemancar, kecuali penggantian Modulator dan sedikit penyesuaian (adjustment) pada filter outputnya. Sekedar catatan tambahan, Modulator hanyalah satu bagian kecil dari sebuah sistem pemancar secara keseluruhan. Sebab dalam sistem pemancar TV terdapat infrastruktur yang cukup kompleks dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sangat penting seperti: menara, saluran transmisi, amplifier, filter, power devider, susunan antena, sistem endingin, sistem catu daya, UPS, Genset, alat ukur dan perangkat monitoring. Jadi penggantian Modulator dari analog ke digital bukanlah sebuah persoalan besar, karena komponen lain yang nilainya jauh lebih tinggi sama sekali tidak berubah.